Selasa, Mei 12

Persaingan Sengit Para Capres


Baik Presiden SBY maupun Wapres Jusuf Kalla merupakan dua tokoh yang diperkirakan bakal maju dalam Pilpres 2009. SBY berusaha mempertahankan kedudukannya, sementara JK berusaha naik kelas.

Tapi, kalau keduanya beradu di Pilpres, tentunya SBY dapat dengan mudah meraih kemenangan. Oleh karena itu, JK diperkirakan akan menggaet wakilnya dari etnis Jawa, disebut-sebut Sri Sultan Hamengkubuwono X. Kalau itu terjadi, maka kans JK sama kuat dengan SBY.

Begitu juga jika mantan Presiden Megawati maju dan berhasil mendapatkan wakilnya yang bagus, kita sebut saja dari Golkar seperti Agung Laksono atau Akbar Tanjung, maka hanya ketiga orang (SBY, JK, dan Mega) itulah yang bersaing ketat. Kalaupun ada calon-calon lainnya, seperti Gus Dur, Amien Rais, Wiranto, Sutiyoso diperkirakan hanya penggembira belaka.

Terkait dengan Pilpres 2009 sejak sekarang mulai muncul upaya ganjal-mengganjal. Ada Parpol yang menghendaki diterapkannya aturan usia maksimal 60 tahun untuk mengganjal JK dll, namun ada juga Parpol yang ingin menerapkan ketentuan atau persyaratan sarjana untuk mengganjal Megawati, dan Parpol lainnya menghendaki persyaratan kesehatan harus sehat jasmani dan rohani untuk mengganjal Gus Dur yang masih berambisi. Sedangkan Golkar berupaya menaikkan persyaratan pencalonan Capres harus 30 persen hasil Pemilu 5 April 2009 sehingga tiga calon saja yang bisa maju nantinya.

Tapi, kalau kita lihat hasil Revisi UU Pemda diharapkan memberi peluang bagi pemimpin muda menunjukkan kemampuan dirinya. Usia 25 tahun sudah bisa menjadi kepala daerah (bupati dan walikota). Revisi UU No 32/2004 itu sangat positif untuk mendapatkan pemimpin yang enerjik sehingga diharapkan bangsa dan negara kita lebih maju di masa mendatang.

Oleh karena itu, sudah waktunya pemerintah dan organisasi kemasyarakatan juga menerapkan hal yang sama. Jangan ada lagi, pemimpin organisasi pemuda berusia 40 bahkan 50 tahun, sudah punya cucu pula. Kalau namanya pemuda harusnya berusia 20an tahun.

Kalau menjadi bupati dan walikota sudah bisa tokoh berusia 25 tahun, hal yang sama juga kita harapkan bisa diterapkan untuk menjadi gubernur, bahkan presiden. Sebaliknya, ketentuan batasan umur juga diterapkan. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat terjadi regenerasi di kalangan pemimpin bangsa di tingkat pusat maupun daerah. Jika batasan umur menjadi pejabat tidak diterapkan, maka tokoh usia 60-70 tahun pun tetap mencalonkan diri. Sama saja hal itu menghambat tampilnya tokoh-tokoh muda.

Kita sangat setuju dilakukan batasan usia untuk menjabat kepala daerah, termasuk presiden dan wakil presiden. Usulan dari PKS bahwa batasan usia presiden maksimal 60 tahun bisa dijadikan alternatif, namun dipastikan akan diganjal oleh Parpol lainnya yang masih tetap menjagokan tokoh usia 60 tahun ke atas. Golkar misalnya, jagonya sudah di atas 65 tahun, juga jagonya PDIP (Megawati), Sutiyoso, Wiranto, Gus Dur, Amien Rais dll.

Tak pelak lagi, ke depan persaingan antara generasi muda dengan seniornya semakin ketat dan sportif. Yang muda harus bisa belajar dari yang tua, dan meninggalkan sifat dan kebiasaan pemimpin tua yang lupa daratan, sehingga kalau sudah menjadi pemimpin lupa diri. Lupa pada rakyatnya, dan yang menjadi target hanya mencari kekayaan sebanyaknya untuk pribadi, keluarga, dan kroninya.

Pemimpin kita baik yang tua maupun yang muda harus mau belajar dari pemimpin negara asing, yang tidak segan mundur dari jabatan, karena malu jika kepemimpinannya dinilai rakyat gagal. Budaya mundur inilah yang perlu ditanamkan, disosialisasikan menjelang Pilpres 2009 sehingga membudaya dalam masyarakat kita terutama di kalangan elite politiknya saat Pilkada maupun Pilpres.

Sekilas tentang pemilu nanti

Ajakan untuk ikuti pemilu agar tidak ada lagi Golput,karena satu suara saja sudah menentukan masa depan bangsa dan negara...

“Golput” atau Golongan Putih perlu diwaspadai sebagai kegagalan demokrasi. Inilah kesimpulan focus group discussion yang dipandu oleh Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Ganjar Kurnia, di Lounge Gedung Rektorat Baru, Jumat (15/08/08) siang.
FGD yang dikemas dengan menghadirkan para tokoh, di antaranya Setia Permana dan Ferry Kurnia dari KPU Jawa Barat; Prof. Tb. Zulriska Iskandar sebagai pakar psikologi sosial Unpad; Prof. Erni Tisnawati Sule sebagai ekonom Unpad; Dr. Dede Mariana sebagai pengamat politik Unpad; ahli hukum tata negara Kuntana, S.H. dan Indra Perwira, S.H., M.H.; Yesmil Anwar, S.H., M.Si. sebagai kriminolog dan sosiolog; serta Ketua KPU Kota Bandung, Ir. Benny Moestofa; juga perwakilan media massa.
Dari segi peraturan, menurut Setia Permana, golput merupakan hak setiap individu, sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Pendapat ini ditentang oleh Yesmil Anwar yang menganggap golput adalah masalah besar bangsa Indonesia dan memandang golput sebagai kegagalan sosialisasi pemerintah khususnya partai politik. Kegagalan tersebut, menurut Yesmil Anwar, bukan hanya dari segi pendidikan politik yang harusnya menjadi kewajiban partai, namun juga kegagalan dalam hal administratif, khususnya pendataan penduduk.
Hal ini diamini Indra Perwira, yang pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Bandung, pernah menjadi calon dari jalur Independen. Indra, yang juga pakar hukum, menilai mekanisme demokrasi di Indonesia perlu dikaji ulang. Berkaitan dengan legitimasi, Indra juga berpendapat bahwa angka golput sama sekali tidak mempengaruhi legitimasi pemimpin terpilih. Hanya saja menurutnya, golput akan berpengaruh pada position power dari pemimpin tersebut.
Hal senada juga ditegaskan oleh Kuntana, yang menilai bahwa sistem pemilihan secara langsung merupakan sebuah kemunduran. “Sistem pemilihan secara langsung adalah sistem demokrasi kuno yang ada pada jaman Romawi. Kenyataannya, negara-negara maju telah meninggalkan sistem ini dan beralih ke sistem demokrasi perwakilan,” ujarnya.
Dalam diskusi ini juga terungkap bahwa golput bukan hanya kegagalan demokrasi, melainkan kegagalan dalam manajemen pemilu itu sendiri. Selain itu menurut ekonom Prof. Erni T. Sule, angka golput yang tinggi juga membuktikan adanya kegagalan dalam manajemen partai dan manajemen perpolitikan di Indonesia.
Penyebab golput sendiri, menurut Dede Mariana, memiliki variabel yang tidak homogen. “Ada banyak alasan mengapa seseorang memilih golput, di luar masalah administrasi seperti pendataan, bisa jadi masalah ideologi.”
Prof. Tb. Zulriska Iskandar berpendapat bahwa adanya kebosanan publik untuk berpartisipasi dalam pemilu juga harus dicermati. Menanggapi tingginya angka golput dalam Pilwalkot Bandung 2008, ia mengungkapkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap figur calon pemimpin sebagai salah satu faktor penyebab golput. Lebih lanjut Prof. Zulriska mengungkapkan bahwa golput merupakan perilaku yang timbul akibat adanya kekecewaan.
Menanggapi tingginya angka golput ini, Ketua KPU Kota Bandung, Ir. Benny Moestofa mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya sosialisasi semaksimal mungkin untuk mencegah hal tersebut terjadi.(afn & www)
Diharapkan golput karena alasan malas memilih atau menganggap remeh pemilu dapat dihilangkan sehubungan adanya pemilihan Presiden nantinya..

Calon - calon Presiden

Pemilu sudah didepan mata, sekitar 2 bulan lagi kita akan memilih pemimpin bangsa kita yang baru yang diharapkan dapat memimpin bangsa ini dengan baik. Tapi yang jadi pertanyaan, apa khalayak tahu siapa sajakah calon-calon presiden yang akan kita pilih? Jawabannya TIDAK karena masih banyak sekali masyarakat yang tidak tahu siapa saja calon-calon presiden yang akan dipilihnya nanti. Bagaimana bangsa ini akan maju kalau para pemilihnya saja tidak tahu siapa saja yang akan mereka pilih? Itu berarti bisa saja para pemilih akan memilih orang yang salah. Para pemilih tidak tahu apa saja goal yang ingin dicapai si calon pemimpin dan juga tidak tahu latar belakang calon presiden yang akan dipilih. Oleh karena itu, melalui media ini kami ingin memberi tahu sedikit siapa saja calon presiden kita.
Susilo Bambang Yudhoyono
Kalau nama ini pasti banyak yang sudah tahu karena beliau adalah presiden kita sekarang ini dan lebih dekenal dengan sebutan SBY. Karena masa jabatannya sebentar lagi habis, beliau mencoba mencalonkan diri lagi agar dapat memimpin bangsa inil agi. Beliau merupakan calon presiden dari Partai Demokrat. Sampai sekarang ini, beliau belum menemukan pasangan yang tepat untuk menjadi calon wakil presidennya. Dalam pemilu kali ini, SBY tidak menjadikan JK sebagai wakil presidennya karena kali ini mereka akan bersaing untuk memperebutkan bangku kepresidenan. Misi utama beliau adalah memberantas korupsi.
Muhammad Jusuf Kalla
Kita juga pasti kenal dengan beliau, JK. Karena beliau merupakan wakil presiden kita saat ini. Tapi dalam pemilu berikutnya, beliau mencalonkan diri sebagai presiden. Itu artinya beliau bersaing dengan SBY. JK merupakan calon kuat presiden dari partai Golkar dengan misi lebih mengutamakan rakyat kalangan bawah. Sepertinya JK sudah memilih Wiranto sebagai calon wakil presidennya.
Megawati Soekarno Putri
Beliau biasa dikenal dengan sebutan mbak Mega. Beliau pernah menjabat sebagai presiden ke-5 bangsa ini tapi sayang sekali masa jabatannya tidak bertahan lama, hanya beberapa bulan dan digantikan dengan Gus Dur. Kali ini beliau mencalonkan diri kembali untuk menjadi presiden dari partai PDIP. Misi utamanya juga lebih mengutamakan masyarakat kalangan bawah. Hal ini ditunjukan dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Walau aksi ini dicela tapi tetap mbak Mega tetap dengan tujuan beliau.
Prabowo Subianto
Calon presiden dari partai Gerindra ini merupakan Letjen TNI (Purn). Menurut pengamatan kami, hanya beliau yang paling gencar promosi melalui segala media. Memang beliau belum ada pengalaman dalam hal kepresidenan tapi dengan moto Gerakan Indonesia untuk rakyat baru, sepertinya beliau boleh diperhitungkan untuk menjabat sebagai presiden. Misi awal lebih kearah masyarakat kalangan bawah.

Senin, Mei 11

Pemuda dalam sosialisasi

Pemilihan Presiden periode 2009 pun sebentar lagi akan segera berlangsung.
Hari demi hari pun berganti dengan cepat nya, tanpa terasa 2 bulan lagi PEMILU PRESIDEN pun terlaksana, ya tepat nya di hari Minggu 5 Juli 2009.

Tapi, seberapa jauhkan kita sebagai kaum muda bangsa ini mengetahui perkembangan yang terjadi mengenai hal tersebut?
Seberapa pentingkah PEMILU yang akan digelar ini bagi kaum muda?
Dan seberapa kah pengaruh keberadaan kaum muda dalam pemlihan tersebut?

Kami pun ikut tergugah dan penasaran dengan beberapa pertanyaan tadi yang muncul ketika kami duduk bersama dan membuka wacana mengenai pemilihan Presiden yang akan berlangsung.
Rasa penasaran itu pun tidak seketika muncul dalam benak kami, itu semua tercipta lantaran sebuah bentuk sosialisasi yang kurang memuaskan.

Coba kita perhatikan bentuk sosialisasi yang tercipta pada PEMILU Legislatif yang telah terlaksana 9 April 2009 kemarin.
Bisa kita bilang bahwa sosialisasi yang terjadi ialah gagal.
Mengapa?

Karena berdasarkan data yang ada dari pelaksanaan tersebut PEMILU kemarin terbukti lebih dari 40% warga memilih untuk GOLPUT alias golongan putih.
Memang kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan gagal nya bentuk sosialisasi yang ada, tapi jika kita telusuri, alasan tersebut mempunyai kendali yang cukup besar.

Ketidak mengertian pemilih dalam tata cara memilih yang baik, kebingungan yang muncul untuk memilih siapakah calon legeslatif yang ada hingga kapan pemilihan itu pun akan terlaksana merupakan sebuah bentuk dari sosialisasi yang tidak baik.

Ciri - ciri ini pun mulai terlihat dalam pemilihan Presiden kali.
Coba bayangkan saja, masih banyak kaum muda dan kaum dewasa bangsa ini tidak mengetahui siapa saja kah calon - calon pemimpin bangsa ini.
tidak hanya itu saja, kami pun sempat bertanya - tanya mengenai kapan sebenar nya pemilihan ini akan berlangsung.
Bagaimana kita ingin mengharapkan sebuah bentuk pemilihan berlangsung dengan baik begitu pula dengan pengharapan atas jumlah GOLPUT pun kecil sedangkan bentuk sosialisasi yang ada pun sangatlah buruk!!!!